Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus,terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan Anak.Indonesia. Sebagai Negara yang turut meratifikasi Konvensi Hak- Hak Anak, kita mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Salah satu upaya melaksanakan perlindungan anak tersebut adalah dengan tidak diterapkannya lagi Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 karena Undang-Undang tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat khususnya bagi kepentingan terbaik anak. Karena ketentuan hukum dalam Undang-Undang tersebut belum
secara komprehensif memberikan perlindungan yang memadai kepada anak yang berhadapan dengan
hukum sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang baru.
Dalam rangka mewujudkan peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan terhadap kepentingan terbaik Anak yang berhadapan dengan hukum, Negara berusaha mewujudkan hak-hak Anak yang selaa ini dianggap belumterwujud yaitu: adanya “ Keadilan “ bagi Anak. Ketidakadilan bagi Anak yangberhadapan dengan hukum dapat dirasakan bahwa dalam pelaksanaan hukuman bagi Anak bukannyadapat merubah perilaku Anak dari negative ke perilaku positif namun justru akan menambah kualitas dan kuantitas kejahatan Anak atau kejahatan terhadap Anak semakin meningkat, dan juga dengan adanyapelaksanaan peradilan tindak pidana anak tidak menurunkan tingkat resividisme dan tindak pidana anak,Proses peradilan gagal menempatkan anak sebagai ‘orang kecil’,Peradilan lebih mengutamakan perampasankemerdekaan Anak dari pada upaya menumbuhkan tanggung jawab Anak,Peradilan lebih terfokus pada pidana pelaku,dan ketetapan pengadilan masih mengacu pada memberikan pembalasan pada pelaku tindak pidana Anak.
Mengingat dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 anak masih belum dilihat dari mahluk kecil yang sepatutnya mendapat hak-haknya sebagai orang kecil yang masih tumbuh kembang, agar mereka diperlakukan secara khusus dalam seluruh proses peradilan mulai dari tahap penyidikan sampai pada diberlakukannya ketetapan peradilan. Ketidakberpihakan peradilan terhadap ‘orang kecil’ yang masih dalam pertumbuhan baik fisik maupun mental tersebut ,terlihat seperti adanya keputusan peradilan yang bersifat pembalasan perbuatan atas kejahatan yang dilakukan anak. Tindakan ini tentunya dimaksudkan agar Anak menjadi jera. Selain itu, banyak keputusan peradilan yang terfokus pada upaya menghukum pelaku pidana saja, sehingga masih menimbulkan stigmatisasi seperti penyebutan anak sebagai Anak Pidana,Anak Negara dan Anak Sipil.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 yang berisi tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini
diharapkan akan dapat mengayomi Anak yang Berhadapan Dengan Hukum ( ABH ) mengingat bahwa Sistem Peradilan Anak adalah merupakan keseluruhan Proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum,mulai dari tahap penyelidikan sampai pada tahap pembimbingan, setelah menjalani pidana.Undang-Undang itu juga mengamanatkan agar Anak harus sudah mendapat pendampingan mulai dari awal penyelidikan hingga pada adanya ketetapan hukum yang tetap. Selain itu, Pihak-pihak yang terkait dalam sistem peradilan anak harus mampu memahami tentang karakteristik dan dinamika Anak sepenuhnya, kecuali itu masyarakatpun harus ikut dilibatkan secara aktif dalam implementasi Undang-Undang No.11 Tahun 2012 ini.
Anak dalam Undang
-
Undang No.11 Tahun 2012 dimasukkan dalam beberapa katagori yakni anak yang
berkonflik dengan hukum,anak yang menjadi korban tindak pidana dan
anak yang menjadi saksi tindak
pidana.
Implementasi Undang
-
Undang tersebut memerlukan keterlibatan Pekerja Sosial. Keterlibatan Peran
Pekerja Sosial ini mendapat porsi yang sangat penting mengingat keberadaan mereka diperlukan sejak pada
tahap penyidikan
hingga pada adanya ketetapan hukum. Sebagai pendamping Anak Pekerja sosial harus
melaksanakan tugasnya bukan saja melakukan pendampingan terhadap Anak pelaku,malaksanakan
rehabilitasi terhadap Anak Korban tindak pidana dan memberikan perlindungan untuk
Anak Saksi, serta
tidak kalah pentingnya Pekerja Sosial juga harus mengupayakan kepada masyarakat agar mereka dan
pihak
-
pihak lain memahami makna
Diversi
dan
Restorative Justice
dan implikasinya terhadap
perkembangan Anak.
Keadilan Restoratif
sebagai lan
dasan yang melatar belakangi Undang
-
Undang ini, mengamanatkan agar
penyelesaian perkara tindak pidana
Anak
dengan melibatkan
pihak
-
pihak seperti :
pelaku,korban,keluarga
pelaku/korban,dan pihak lain yang terkait untuk bersama
-
sama mencari penyelesaian yan
g adil dengan
menekankan pada upaya pemulihan kembali kondisi pada keadaan semula, dan bukan mengupayakan
tindakan pemba
lasan inilah esensi dari Keadilan Restoratif. Sementara itu,
Keadilan Restoratif bagi sebagian
masyarakat masih dianggap barang baru ap
alagi jika terkait dengan tindak pidana, masyarakat masih
menaruh curiga terhadap penyelesaian perkara tindak pidana melalui upaya diluar system peradilan yang
biasa.
SPPA ini menekankan agar penyelesaian pengadilan formal dialihkan menjadi penyelesaian ya
ng
mengedepankan win
-
win solution yaitu dengan diupayakannya Diversi.
Diversi bertujuan agar terjadi
perdamaian antara korban dan Anak; penyelesaian perkara Anak diluar proses peradilan; penghindaran
Anak dari perampasan kemerdekaan dan masyarakatpun harus
berpartisipasi dan menanamkan rasa
tanggung jawab kepada Anak. Diversi lebih menekankan pada upaya memperhatikan kesejahteraan baik
bagi Anak pelaku maupun Anak Korban. Diversi diterapkan agar terjadi penghindaran Anak dari Hukuman
Penjara, penghindaran
anak dari stigma negatif,
dan
penghindaran anak dari pembalasan,
Dengan Diversi
diharapkan
terciptanya
keharmonisan masyarakat dengan
berlakunya atas kepatutan perlakuan, tegaknya
kesusilaan dan
terselenggaranya
ketertiban umum
Pendekatan Restoratif yang
diawali dengan upaya Diversi ( disetiap tahapan proses peradilan ) yang didasari
untuk mendahulukan Kepentingan Terbaik bagi Anak, memerlukan mediasi oleh Pekerja Sosial dan P
etugas
Kemasyarakatan.U
paya mediasi dilaksanakan dengan menghadirkan pihak
-
pihak
terkait seperti keluarga
pelaku,keluarga korban, tokoh masyarakat ,pihak penyidik,Advokat, wali dan penuntut. Melalui mediasi
inilah Pekerja Sosial dan PK mencari solusi yang terbaik bagi Anak berdasarkan musyawarah. Dengan
keahlian memediasi diharapkan Pe
kerja Sosial mampu memberikan pemahaman tentang pentingnya
Restoratif melalui Diversi pada seluruh peserta yang hadir dalam proses tersebut
Undang
-
Undang No.11 Tahun 2012 memperjelas tentang peran dan tugas Pekerja Sosial yakni : Pekerja Sosial
wajib me
mberikan pertimbangan dan saran pada tahap penyelidikan serta memberikan laporan hasil pemeriksaan terhadap Anak Korban dan Anak saksi. Selain itu Pekerja Sosial bertugas : membimbing,
pihak
-
pihak lain memahami makna
Diversi
dan
Restorative Justice
dan implikasinya terhadap
perkembangan Anak.
Keadilan Restoratif
sebagai lan
dasan yang melatar belakangi Undang
-
Undang ini, mengamanatkan agar
penyelesaian perkara tindak pidana
Anak
dengan melibatkan
pihak
-
pihak seperti :
pelaku,korban,keluarga
pelaku/korban,dan pihak lain yang terkait untuk bersama
-
sama mencari penyelesaian yan
g adil dengan
menekankan pada upaya pemulihan kembali kondisi pada keadaan semula, dan bukan mengupayakan
tindakan pemba
lasan inilah esensi dari Keadilan Restoratif. Sementara itu,
Keadilan Restoratif bagi sebagian
masyarakat masih dianggap barang baru ap
alagi jika terkait dengan tindak pidana, masyarakat masih
menaruh curiga terhadap penyelesaian perkara tindak pidana melalui upaya diluar system peradilan yang
biasa.
SPPA ini menekankan agar penyelesaian pengadilan formal dialihkan menjadi penyelesaian ya
ng
mengedepankan win
-
win solution yaitu dengan diupayakannya Diversi.
Diversi bertujuan agar terjadi
perdamaian antara korban dan Anak; penyelesaian perkara Anak diluar proses peradilan; penghindaran
Anak dari perampasan kemerdekaan dan masyarakatpun harus
berpartisipasi dan menanamkan rasa
tanggung jawab kepada Anak. Diversi lebih menekankan pada upaya memperhatikan kesejahteraan baik
bagi Anak pelaku maupun Anak Korban. Diversi diterapkan agar terjadi penghindaran Anak dari Hukuman
Penjara, penghindaran
anak dari stigma negatif,
dan
penghindaran anak dari pembalasan,
Dengan Diversi
diharapkan
terciptanya
keharmonisan masyarakat dengan
berlakunya atas kepatutan perlakuan, tegaknya
kesusilaan dan
terselenggaranya
ketertiban umum
Pendekatan Restoratif yang
diawali dengan upaya Diversi ( disetiap tahapan proses peradilan ) yang didasari
untuk mendahulukan Kepentingan Terbaik bagi Anak, memerlukan mediasi oleh Pekerja Sosial dan P
etugas
Kemasyarakatan.U
paya mediasi dilaksanakan dengan menghadirkan pihak
-
pihak
terkait seperti keluarga
pelaku,keluarga korban, tokoh masyarakat ,pihak penyidik,Advokat, wali dan penuntut. Melalui mediasi
inilah Pekerja Sosial dan PK mencari solusi yang terbaik bagi Anak berdasarkan musyawarah. Dengan
keahlian memediasi diharapkan Pe
kerja Sosial mampu memberikan pemahaman tentang pentingnya
Restoratif melalui Diversi pada seluruh peserta yang hadir dalam proses tersebut
Undang
-
Undang No.11 Tahun 2012 memperjelas tentang peran dan tugas Pekerja Sosial yakni : Pekerja Sosial
wajib me
mberikan pertimbangan dan saran pada tahap penyelidikan serta memberikan laporan hasil pemeriksaan terhadap Anak Korban dan Anak saksi. Selain itu Pekerja Sosial bertugas : membimbing,